Tanpa diduga sebelumnya, hampir satu kompi militer Mesir bersenjata laras panjang, plus bayonetnya, mengepung sebuah apartemen di distrik Toub Romly, Mesir. Sekitar 20 orang mahasiswa Indonesia di lantai satu apartemen tersebut tercengang dengan kedatangan mereka.
Peristiwa mencekam itu terjadi pukul 12.00 waktu Mesir. Kira-kira pukul 17.00 Wib di Indonesia. Salah satu pria maju di tengah kelimun mahasiswa. "Dalam keadaan seperti ini, kami bisa tangkap siapa saja," ujar komandan tentara menghardik, seperti ditirukan Asif Fudholi.
Dalam perbincangan pertemanan jejaring sosial facebook, Sabtu (5/2/2011), Asif mengaku tak bisa mengabadikan momen mengkhawatirkan tersebut. Pasalnya, tentara Mesir datang tiba-tiba. Kondisi mahasiswa saat itu sedang mempersiapkan barang-barang yang ingin dibawa pulang ke Indonesia.
Mahasiswa Fakultas Theology di Universitas Al-Azhar tersebut melanjutkan, dari teman-teman yang berada di lantai satu, hanya dirinya dan dua temannya yang dibawa ke Markas Besar Militer Elektronia (Ma'had Harb Elektronia).
Dituduh Timbun Barang Jarahan
Pemerintah Mesir gelap mata menyikapi kondisi rakyat negerinya yang menuntut pemerintah Mubarok turun. Pasukan militer diturunkan untuk menyisir oknum masyarakat yang melakukan penjarahan dalam situasi gawat.
Saking emosinya, mereka melakukan penyisiran tanpa perhitungan. Salah satu korbannya, adalah sekitar 20 an mahasiswa Mesir yang tinggal di sebuah apartemen di distrik Toub Romly. Toub Romly, dapat ditempur sekitar 15 menit menuju pusat demonstran, Lapangan Tahrir.
Di tengah persiapan merapikan barang-barang seperti buku, satu kompi militer datang dengan senjata laras panjang. "Saat itu kami sedang beres-beres barang untuk dievakuasi ke Indonesia. Kartu mahasiswa ditahan, hape disita, juga laptop," ujar Asif.
Militer Mesir menyangka barang-barang yang sedang dikemas mahasiswa Indonesia saat itu, adalah barang hasil jarahan. Padahal, katas Asif, barang-barang itu adalah buku-buku saja yang mau diselamatkan dan dikirim ke Indonesia.
Tak ada yang berkutik saat itu. Semuanya mencekam. Barang-barang yang sudah dikemas, kemudian diperisa. "Semuanya terjadi cepat. Akhirnya mereka menaham kami di dalam apartemen. Kami bertiga, saya dan dua teman saya, dibawa ke markas mereka," katanya.
Puluhan Tentara Todongkan Senjata
Bagi Asif, Mesir adalah tujuannya menuntut ilmu. Ia sama sekali tak membayangkan, hidup di negeri orang, tiba-tiba ditodong senjara oleh militer setempat. Bukan satu orang, melainkan puluhan tentara. Itu dirasakan Asif sejak keluar apartemen sampai masuk mobil militer.
"Di dalam mobil militer itu kami dipojokkan di sudut mobil. Sambil tentara-tentara itu menodongkan senjatanya sepanjang perjalanan menuju markas. Tepatnya Ma'had Harb Elektronia," kata Asif.
Dua rekan Asif, Bisyri Ikhwan dan Gofur ketakutan. Keduanya sama sekali tak berkutik, diam menghadapi keadaan yang ada. Asif mengakui, dirinya diambil oleh tentara karena dalam penyergapan itu, yang paling berani bicara. Itulah mengapa Asif ikut dibawa, bersama Bisyri dan Gofur.
Di mobil militer, ketiganya tak berkutik. "Selama perjalanan mereka hanya menodongkan senjata. Tanpa ada pembicaraan. Hanya satu yang mereka katakan. Menyuruh kami tidak banyak bergerak," kata Asif mengingat perintah keras dari tentara yang membawanya.
Alasan lain dirinya diciduk, lebih karena Asif mahir bahasa awam rakyat Mesir kebanyakan. Sementara teman-teman dan mahasiswa lain, masih baru, di samping belum lancara bahasa pergaulan orang Mesir. Perjalanan dari apartemen ke markas militer sekitar 30 menit.
Asif, dan dua rekannya sangat disergap ketakutan. Setelah hampit tiga puluh menit ditodong banyak pertanyaan, kendati tidak lagi di bawah todongan senjata. Asif tak tahu apa pikiran teman-temannya yang masih tinggal di apartemen.
"Hanya kami bertiga yang ditangkap dan dibawa ke markas tentar itu. Tidak ada mahasiswa yang ditangkap dari apartemen lain. Selain kita bertiga, mereka tetap ditahan dan dijaga di apartemen oleh tentara," katanya lagi.
"Setelah pulang dari markas banyak, teman-teman yang menanyakan keadaanku. Teman-teman langsung menelpon KBRI di Kairo, tapi enggak ada kabar dari sana," ceritanya lagi. "Tapi kelanjutannya saya tidak tahu kabarnya lagi."
Menurut Asif, warga negara Indonesia di distrik ini berjumlah sekitar 50 sampai 70 orang. Proses evakuasi katanya masih berjalan dan mendahulukan yang perempuan dan anak-anak. "Untuk para lelaki belum ada kepastian kapan kita dievakuasi," katanya.
Sementara daerah sekitar Toub Romly, jumlah warga negara Indonesia lebih banyak yang belum dievakuasi. Asif, dan warga negara Indonesia lainnya hanya punya satu harapan sekarang. Pemerintah Indonesia cekatan mengevakuasi warganya. Mengingat turun atau tidak turunnya Mubarak, perang saudara bakal terjadi.
"Kita meminta pemerintah mengirimkan pesawat untuk evakuasi. Biar teman-teman cepat sampai tanah air dan cepat merasa aman. Mubarak turun ataupun tidak, keadaan akan semakin genting. Jika Mubarak tak mau turun, prediksinya perang saudara terjadi," katanya. (*
<< Home